Menyorot Gerakan Advokasi terhadap kaum mustad’afin
Advokasi terhadp kaum
mustad’afin, kaum mustad’afin adalah suatu kaum yang lemah, kaum yang secara
ekonomi miskin, dan secara politik dikebiri hak-haknya, sehingga banyak hak-hak
dasarnya yang tidak diberikan oleh Negara. Seperti pelayanan keasehatan untuk
mereka yang sesuai, pendidikan gratis, pelayanan kependudukan yang layak dan
pemberian fasilitas terhadap mereka dalam hal pengembangan ekonomi sehingga
lama kelamaan akan menjadi mandiri dan mampu mencukupi kebutuhannya
sehari-hari. Hal-hal seperti ini yang terkadang lalai dan tidak dilakukan.
Keberadaan mereka dinaggap sebagai musuh negara.
Kemiskinan sendiri dalam Al-Qur’an
adalan suatu keadaan dimana terdapat ketidak cukupan pangan, sandang, dan papan
serta saran-saran yang merupakan keharusan bagi kesejahteraan fifiogis manusia.
Dalam ketegori ilmu ekonomi, kemikinan meliputi orang yang tidak bekerja, orang
miskin yang menganggur, orang cacat dan semua orang yang mengalami persoalan
dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Dalam kacamata agama,
pengklasifikasian mustad’afin sebagai berukut :
- · Fakir
- Miskin
- · Amil
- · Muallaf qullubuhum
- · Fi’al-Riqab
- · Gharim
- · Fi sabil allah
- · Ibnu Sabil
- · Sa’il,
- · Mahrum juga Yatim
Diluar klasifikasi kelompok
mustad’afin diatas yang dimaksud mustad’afin juga bisa dikembangkan dalam
beberapa hal. Diantaranya sebagai berikut :
1. Kategori
kelompok orang-orang atau kelompok yang dilemahkan secara politik, dimana
haknya di kebiri atau diberikan ruang sebagaimana diberikan kepada penduduk
lainnya seperti anak-anak, orang-orang yang dikebiri hak-hak politiknya juga
komunitas-komunitas dapat terpinggirkandemi kelancaran pembangunan, dan
kelompok-kelompok marginal(kaum miskin kota, buruh, petani, nelayan,
gelandangan, dan anak-anak jalanan) dimana hak politik mereka, berupa
berserikat, hak bersuara, dan hak menggugat pembangunan yang merugikan
dikebiri. Dalam posisi ini, mereka adalah bagian dari kelompok mustad’afin yang
dilemahkan secara structural.
2. Orang-orang
atau kelompok yang dilemahkan secara ekonomi, dimana kita tahu bahwa sektor
ekonomi Indonesia masih penuh dengan praktek pencaloan, tengkulak, black market
dan pembajakan hak cipta.kesemuanya ini tentu merugikan konsumen dimana
pengusaha – pengusaha kecil tentu akan gulung tikar menghadapi pola ekonomi
seperti ini, sementara pengusaha kelas kakap dengan modalnya bisa melakukan
apasaja termasuk membuat standar ganda dalam hak cipta, dimana satu sisi
mendaftarkan hak ciptanya secara resmi tetapi disisi lain membajaknya. Pola
ekonomi yang berkembang di Indonesia adalah pola ekonomi distribusi, dimana
keuntungan dari sebuah aktivitas ekonomi sesungguhnya berada ditangan para
distributor bukan produsen, produsen dihadapkan pada pilihan-pilihan yang
sulit, disatu sisi membutuhkan pasar dan marketing, disisi lain banyak
cost-cost budjet yang harus dikeluarkan, mereka dalam hal ini dilemahkan oleh
struktur para pengusaha swasta.
3. Kelompok
yang dilemahkan secara sosial budaya, mereka adalah kelompok masyarakat yang
dipinggirkan dalam pergaulan sosial bahkan seringkali terjadinya pembunuhan
karakter (character assassination). Pengebirian hak-hak mustad’afin dalam
kategori ini adalah karena terjadinya perbedaan pandangan, kesenjangan ekonomi,
maupun strata sosial yang berbeda. Semua kelompok mustad’afin ini harus dibela
hak-haknya agar mereka menjadi bagian dari manusia pada umumnya. Kalau
klasifikasi mustad’afin yang pertama, hak-hak yang harus dipenuhi adalah
hak-hak dasar, yaitu pemenuhan sandang,pangan, dan papan. Sementara kelompok
mustad’afin yeng kedua adalah dengan cara melakukan advokasi
kebijakan(ligitasi) dan advokasi non ligitasi (pendampingan).
Dasar dan dalil-dalil diri terhadap pembelaan kelompok
mustad’afin ini adalah adanya ungkapan bahwa kemiskinan, kefakiran bisa menyebabkan
orang menjadi kufur.
Selain itu bahwa pada dasarnya
Negara diciptakan adalah sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat,
oleh karena itu sudah seharusnya kebijakan Negara adalah melindungi, mengayomi,
memfasilitasi, apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan rakyat.Oleh karena itu,
rakyat pada dasarnya sudah berkorban begitu besar demi tegaknya Negara
Indonesia, mereka membayar pajak,melaksanakan aturan-aturan hokum Negara, dll.
Dalam hal ini kaidah Ushul Fiqih menjadi sangat relevan dalam memandang
kekuasaan:
“Tasharuful imam ‘ala al
–ra’iyyati manuthun bi al-maslahah”,(kebijakan pemimpin kepada rakyatnya harus
sesuai dengan kemaslahtan /kesejahteraan rakyatnya)
Kalau kita baca dalam kitab
Asybah wa al Nazhair, kaidah ini mengharuskan kepada pemimpin untuk menegakan
keadilan, memprioritaskan orang/kelompok yang lebih membutuhkan baru yang
membutuhkan(al-ahamm tsumma al-‘aham). Dalam konteks Indonesia, kelompok yang
sangat membutuhkan adalah kaum petani, nelayan, pedagang kaki lima, buruh,
pengangguran, tuna netra, jompo, gelandangan, anak jalanan, orang-orang yang
rumahnya dibawah kolong jembatan,dipinggir sungai, dan sejenisnya. Faktanya,
justru mereka tidak pernah diperhatikan pemerintah. Fokus pemerintah adalah
pengembangan dunia industri perdagangan. Alokasi dana untuk kaum marginal jauh
dibawah standar , dibawah jauh untuk alokasi dana sector industri, teknologi
dan Pasar Uang. Akhirnya Indonesia menjadi Negara terbelakang , tertindas dan
mundur, karena mayoritas rakyat sengsara dan menderita terlantarkan, minoritas
rakyat yang maju justru difasilitasi secara melimpah dan merajalela (baca dalam
Jalaluddin al –Suyuthi,Asybah wa al Nadhair, t.t. hlm.83-84)
Oleh karena itu, kerja-kerja
pembelaan terhadap kaum mustad’afin harus dilakukan dengan cepat, sabar ,
konsisten, komitmen dan penuh tanggung jawab. Dan perbuatan ini mengandung
ibadah. Oleh karena itu, kerja-kerja pengentasan kemiskinan harus melalui kerja
terencana, terprogram, sistematis, dan kontinyu. Kemiskinan adalah sebab
akibat. Penyebab kemiskinan harus ditutup. Kalau penyebabnya tidak ada sumber
penghasilan, maka harus diberi alat untuk mendapatkan penghasilan seperti
Memberi kail daripada ikan. Tidak cukup diberi hal-hal yng sifatnya konsumtif,
hal ini membuat masyarakat menjadi pasif, boros, dan tidak punya kamauan kuat.
Untuk itu perlu dimotivasi agar punya keinginan dan kemauan kuat untuk
berusaha, dibimbing, diarahkan, diberi keterampilan khusus, dan diberi modal
usaha dengan perencanaan dan pengawasan kontinyu serta dibukakan/disiapkan
Lapangan Kerja yang seluas-luasnya oleh Pemerintah.
Gerakan Advokasi yang dilakukan
oleh sahabat-sahabati PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) terhadap kaum
mustad’afin (kaum yang tertindas) telah dilakukan juga oleh Nabi Muhammad SAW
dan Para Nabi lain, yang menolong kaum yang lemah dan tertindas. Contohnya
adalah Nabi Musa A.s yang menyelamatkan kaum bani Israil dari Kejahatan
Penguasa Mesir (Firaun). Dan Rasulullah SAW serta Para Sahabat yang melindungi
kaum yang lemah dari Orang Kafir Quraisy.
Adapun Konteks kaum mustad’afin
dizaman sekarang yaitu orang-orang yang didzalimi oleh pemerintahan atau orang
kapitalis, dan oleh rezim yang berkuasa. Banyak contoh kasus yang terjadi
menimpa kaum mustad’afin di Negeri ini. Karena itulah Para kader PMII yang
berada diseluruh penjuru Indonesia bergerak dan menentang orang yang menindas.
Dari sisi hukum juga, orang yang
melakukan penindasan terhadap kaum yang lemah yakni mustad’afin sudah melanggar
hukum HAM (Hak Asasi Manusia). Bahwa manusia itu bebas untuk merdeka dari
segala bentuk penindasan. Dan manusia yang melanggar HAM sama saja dengan orang
yang diberi akal dan budhi tapi tidak dipergunakannya dengan baik.
Segala bentuk penindasan di
negeri ini terjadi karena perebebutan kekuasaan demi mementingkan kebutuhan
Pribadinya bukan kemaslahatan umat, ini merupakan bentuk ciri dari Kapitalisme. Dimana kapitalisme sudah
mengakar dalam di pemerintahan maupun di masyarakatnya. Contohnya adalah kaum
mustad’afin di kendeng, Rembang Jawa Tengah yang mengaspirasikan tentang
penolakannya terhadap pembangunan Pabrik Semen di daerahnya. Namun, karena
begitu kuatnya kapitalisme yang hanya mementingkan kepentingan Perusahaan
Semennya saja, dan dari internal pemerintahan, yang mengizinkan untuk
berdirinya pabrik semen. Akibatnya banyak warga yang rela tidak rela untuk
mengizinkannya. Tetapi ada warga juga yang melakukan unjuk rasa.
Dari Contoh seperti itulah
seharusnya PMII melakukan Advokasi terhadap kaum yang tertindas yakni
masyarakat kendeng dan Pabrik Semen maupun Pemerintahan.
Sebelum melakukan Advokasi, kita
harus tahu terlebih dahulu. Apakah advokasi itu? Dan seperti apa?. “Advokasi adalah aksi-aksi sosial, politik
dan kultural yang dilakukan secara sistematis, terencana dan dilakukan secara
kolektif, melibatkan berbagai startegi termasuk lobby, kampanyebangun koalisi,
tekanan aksi massa serta penelitian yang ditujukan untuk mengubah kebijakan
dalam rangka melindungi hak-hak rakyat dan menghindari bencana buatan manusia.”
Setelah mengetahui arti dari
Advokasi, maka akan muncul pertanyaan, Mengapa kader PMII harus pandai (bisa)
beradvokasi?. Agar bisa melakukan Advokasi tersebut, maka dibentuklah
pelatihan Advokasi didalam internal PMII. Yang gunanya pelatihan Advokasi
tersebut adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas dan karakter kader PMII,
memahami realitas yang berkembang dan kondisi rakyat, yang selanjutnya kader
PMII harus mampu bergerak dan berjuang bersama rakyat.
Adapun tentang menyorot gerakan
Advokasi terhadap kaum mustad’afin bagi PMII adalah suatu keharusan, karena
tujuan dari terbentuknya PMII itu sendiri untuk menolong kaum yang lemah
(tertindas), dan PMII sendiri seahrusnya mengkritisi pemerintahan atau siapa
saja yang menindas masyarakat. Disinilah peran penting bagi mahasiswa (kader
PMII).
Advokasi terhadap kaum yang
tertindas, sangat diperlukan karena sebagaimana tujuan dari Organisasi PMII
ini, yakni “...dalam mewujudkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia”, dimana untuk mewujudkan cita-cita tersebut bangsa
Indonesia harus bebas dari ketimpangan sosial, yakni terbebas dari yang namanya
penindasan serta kekerasan. Maka karena itulah PMII sebagai generasi muda yang
beramar ma’ruf dan bernahyi munkar, berupaya untuk melindungi hak – hak rakyat
serta menumpas segala bentuk keburukan.
Jika kita berbicara advokasi maka
saat ini pilihannya macam-macam bukan hanya face
to face (bertatap muka) dengan pemerintah. Tetapi kita juga perlu bermitra
dengan pemerintah untuk membawa pembangunan Bangsa ke arah yang lebih baik
serta mengedepankan kaum mustad’afin. Nah, tentunya kita juga membutuhkan orang
yang duduk dilingkungan birokrasi baik eksekutif maupun legislatif bukan hanya
dari kalangan civil society organizations
semata.
Selain itu saya pernah membaca
salah satu Visi Misi PMII dari Mataram adalah Mengawal dan Memperbaiki konstitusi Negara agar lebih arif dan
bernuansa Aswaja (Ahli Sunnah wal jamaa’ah) dan membela kaum Mustad’afin.
Dan seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh kader – kader PMII, yakni
membela kaum yang lemah dan tertindas.
Dan dari contoh PMII Mataram yang
sudah jarang melakukan advokasi terhadap masyarakat, dan sudah jarang intens
mengkawal kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat. Dan apa
yang dirasakan oleh kader PMII di Mataram, saya rasakan juga di Kuningan.
Dimana semangat untuk melakukan Advokasi sudah mulai luntur.
Agar generasi muda (Mahasiswa)
peka terhadap penderitaan kaum mustad’afin, maka diperlukanlah pelatihan dan
sekolah Advokasi. Karena pelajar ini
(Mahasiswa) adalah solusi jembatan kaum mustad’afin. Yang akhirnya advokasi ini
dapat melahirkan lulusan yang sanggup menjembatani kaum mustad’afin sebagaimana
yang dituliskan dalam Qur’an Surat An-Nisaa:9.
“Mahasiswa hari ini harus bisa
menjadi jembatan bagi kaum yang tertindas (mustad’afin) serta bisa membenarkan
sistem yang menyebabkan penindasan (Istid’af) tersebut, serta tidak lupa
sekaligus menyadarkan penindasan tersebut (mustad’afin)”
Contoh Gerak Advokasi
Contoh Gerak
Advokasi terhadap Kaum Mustad’afin yang saya pernah lakukan bersama
sahabat-sahabat PMII yang lain, yaitu tentang Advokasi terhadap permasalahan
Banjir di Cibingbin. Dimana Banjir tersebut menyebabkan penderitaan
bagi Masyarakat yang dilalui oleh suangai yang dibanjiri tersebut, dan
masyarakat hanya mengatakan bahwa banjir tersebut karena memang faktor alam.
Dari kejadian ini, kita harus mengetahui Sebab dan Musabab dari Banjir tersebut.
Dan tidak seenaknya saja pemerintahan daerah mengatakan bahwa untuk menangani banjir tersebut maka
diperlukanlah pendalaman sungai (pengerukan sungai).
Tapi menurut kader PMII, bahwa bencana banjir
tersebut harus kita ketahui dulu dari hulu ke hilir sungai, dimana dengan
menggunakan teknik Advokasi inilah kader PMII melakukan pengambilan data. Dan
sumber datanya dari masyarakat korban banjir tersebut, serta pemerintahan dan
pihak perhutani (Lembaga yang mengelola hutan). Dimana setelah ditinjau kelokasi
penyebab banjir yang terutama adalah karena di hulu sungai tidak ada pohon
sebagai penyerap air. Inilah yang menyebabakan banjir di cibingbin, dimana
selain curah hujan yang besar. Adapun pernyataan warga, bahwa ketika banjir
tersebut, melihat kayu gelondongan yang terbawa oleh air. Dan jelaslah
penyebabnya itu.
Akhirnya PMII
Kuningan mengadakan musyawarah guna
membahas permasalahan banjir tersebut, dimana tidak hanya normalisasi sungai
saja, tapi harus dilakukan perbaikan hutan dihulu sampai ke hilir.
Dan masih banyak lagi,
permasalahan yang musti kita bantu sebagai kader PMII.
No comments:
Post a Comment