Sunday, August 13, 2017

Menyorot Gerakan Advokasi terhadap kaum mustad’afin

Menyorot Gerakan Advokasi terhadap kaum mustad’afin

Advokasi terhadp kaum mustad’afin, kaum mustad’afin adalah suatu kaum yang lemah, kaum yang secara ekonomi miskin, dan secara politik dikebiri hak-haknya, sehingga banyak hak-hak dasarnya yang tidak diberikan oleh Negara. Seperti pelayanan keasehatan untuk mereka yang sesuai, pendidikan gratis, pelayanan kependudukan yang layak dan pemberian fasilitas terhadap mereka dalam hal pengembangan ekonomi sehingga lama kelamaan akan menjadi mandiri dan mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Hal-hal seperti ini yang terkadang lalai dan tidak dilakukan. Keberadaan mereka dinaggap sebagai musuh negara.
Kemiskinan sendiri dalam Al-Qur’an adalan suatu keadaan dimana terdapat ketidak cukupan pangan, sandang, dan papan serta saran-saran yang merupakan keharusan bagi kesejahteraan fifiogis manusia. Dalam ketegori ilmu ekonomi, kemikinan meliputi orang yang tidak bekerja, orang miskin yang menganggur, orang cacat dan semua orang yang mengalami persoalan dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Dalam kacamata agama, pengklasifikasian mustad’afin sebagai berukut :
  • ·         Fakir
  •       Miskin
  • ·         Amil
  • ·         Muallaf qullubuhum
  • ·         Fi’al-Riqab
  • ·         Gharim
  • ·         Fi sabil allah
  • ·         Ibnu Sabil
  • ·         Sa’il,
  • ·         Mahrum juga Yatim

Diluar klasifikasi kelompok mustad’afin diatas yang dimaksud mustad’afin juga bisa dikembangkan dalam beberapa hal. Diantaranya sebagai berikut :
1.       Kategori kelompok orang-orang atau kelompok yang dilemahkan secara politik, dimana haknya di kebiri atau diberikan ruang sebagaimana diberikan kepada penduduk lainnya seperti anak-anak, orang-orang yang dikebiri hak-hak politiknya juga komunitas-komunitas dapat terpinggirkandemi kelancaran pembangunan, dan kelompok-kelompok marginal(kaum miskin kota, buruh, petani, nelayan, gelandangan, dan anak-anak jalanan) dimana hak politik mereka, berupa berserikat, hak bersuara, dan hak menggugat pembangunan yang merugikan dikebiri. Dalam posisi ini, mereka adalah bagian dari kelompok mustad’afin yang dilemahkan secara structural.
2.       Orang-orang atau kelompok yang dilemahkan secara ekonomi, dimana kita tahu bahwa sektor ekonomi Indonesia masih penuh dengan praktek pencaloan, tengkulak, black market dan pembajakan hak cipta.kesemuanya ini tentu merugikan konsumen dimana pengusaha – pengusaha kecil tentu akan gulung tikar menghadapi pola ekonomi seperti ini, sementara pengusaha kelas kakap dengan modalnya bisa melakukan apasaja termasuk membuat standar ganda dalam hak cipta, dimana satu sisi mendaftarkan hak ciptanya secara resmi tetapi disisi lain membajaknya. Pola ekonomi yang berkembang di Indonesia adalah pola ekonomi distribusi, dimana keuntungan dari sebuah aktivitas ekonomi sesungguhnya berada ditangan para distributor bukan produsen, produsen dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit, disatu sisi membutuhkan pasar dan marketing, disisi lain banyak cost-cost budjet yang harus dikeluarkan, mereka dalam hal ini dilemahkan oleh struktur para pengusaha swasta.
3.       Kelompok yang dilemahkan secara sosial budaya, mereka adalah kelompok masyarakat yang dipinggirkan dalam pergaulan sosial bahkan seringkali terjadinya pembunuhan karakter (character assassination). Pengebirian hak-hak mustad’afin dalam kategori ini adalah karena terjadinya perbedaan pandangan, kesenjangan ekonomi, maupun strata sosial yang berbeda. Semua kelompok mustad’afin ini harus dibela hak-haknya agar mereka menjadi bagian dari manusia pada umumnya. Kalau klasifikasi mustad’afin yang pertama, hak-hak yang harus dipenuhi adalah hak-hak dasar, yaitu pemenuhan sandang,pangan, dan papan. Sementara kelompok mustad’afin yeng kedua adalah dengan cara melakukan advokasi kebijakan(ligitasi) dan advokasi non ligitasi (pendampingan).
Dasar dan dalil-dalil diri terhadap pembelaan kelompok mustad’afin ini adalah adanya ungkapan bahwa kemiskinan, kefakiran bisa menyebabkan orang menjadi kufur.
Selain itu bahwa pada dasarnya Negara diciptakan adalah sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, oleh karena itu sudah seharusnya kebijakan Negara adalah melindungi, mengayomi, memfasilitasi, apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan rakyat.Oleh karena itu, rakyat pada dasarnya sudah berkorban begitu besar demi tegaknya Negara Indonesia, mereka membayar pajak,melaksanakan aturan-aturan hokum Negara, dll. Dalam hal ini kaidah Ushul Fiqih menjadi sangat relevan dalam memandang kekuasaan:
“Tasharuful imam ‘ala al –ra’iyyati manuthun bi al-maslahah”,(kebijakan pemimpin kepada rakyatnya harus sesuai dengan kemaslahtan /kesejahteraan rakyatnya)
Kalau kita baca dalam kitab Asybah wa al Nazhair, kaidah ini mengharuskan kepada pemimpin untuk menegakan keadilan, memprioritaskan orang/kelompok yang lebih membutuhkan baru yang membutuhkan(al-ahamm tsumma al-‘aham). Dalam konteks Indonesia, kelompok yang sangat membutuhkan adalah kaum petani, nelayan, pedagang kaki lima, buruh, pengangguran, tuna netra, jompo, gelandangan, anak jalanan, orang-orang yang rumahnya dibawah kolong jembatan,dipinggir sungai, dan sejenisnya. Faktanya, justru mereka tidak pernah diperhatikan pemerintah. Fokus pemerintah adalah pengembangan dunia industri perdagangan. Alokasi dana untuk kaum marginal jauh dibawah standar , dibawah jauh untuk alokasi dana sector industri, teknologi dan Pasar Uang. Akhirnya Indonesia menjadi Negara terbelakang , tertindas dan mundur, karena mayoritas rakyat sengsara dan menderita terlantarkan, minoritas rakyat yang maju justru difasilitasi secara melimpah dan merajalela (baca dalam Jalaluddin al –Suyuthi,Asybah wa al Nadhair, t.t. hlm.83-84)
Oleh karena itu, kerja-kerja pembelaan terhadap kaum mustad’afin harus dilakukan dengan cepat, sabar , konsisten, komitmen dan penuh tanggung jawab. Dan perbuatan ini mengandung ibadah. Oleh karena itu, kerja-kerja pengentasan kemiskinan harus melalui kerja terencana, terprogram, sistematis, dan kontinyu. Kemiskinan adalah sebab akibat. Penyebab kemiskinan harus ditutup. Kalau penyebabnya tidak ada sumber penghasilan, maka harus diberi alat untuk mendapatkan penghasilan seperti Memberi kail daripada ikan. Tidak cukup diberi hal-hal yng sifatnya konsumtif, hal ini membuat masyarakat menjadi pasif, boros, dan tidak punya kamauan kuat. Untuk itu perlu dimotivasi agar punya keinginan dan kemauan kuat untuk berusaha, dibimbing, diarahkan, diberi keterampilan khusus, dan diberi modal usaha dengan perencanaan dan pengawasan kontinyu serta dibukakan/disiapkan Lapangan Kerja yang seluas-luasnya oleh Pemerintah.


Gerakan Advokasi yang dilakukan oleh sahabat-sahabati PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) terhadap kaum mustad’afin (kaum yang tertindas) telah dilakukan juga oleh Nabi Muhammad SAW dan Para Nabi lain, yang menolong kaum yang lemah dan tertindas. Contohnya adalah Nabi Musa A.s yang menyelamatkan kaum bani Israil dari Kejahatan Penguasa Mesir (Firaun). Dan Rasulullah SAW serta Para Sahabat yang melindungi kaum yang lemah dari Orang Kafir Quraisy.
Adapun Konteks kaum mustad’afin dizaman sekarang yaitu orang-orang yang didzalimi oleh pemerintahan atau orang kapitalis, dan oleh rezim yang berkuasa. Banyak contoh kasus yang terjadi menimpa kaum mustad’afin di Negeri ini. Karena itulah Para kader PMII yang berada diseluruh penjuru Indonesia bergerak dan menentang orang yang menindas.
Dari sisi hukum juga, orang yang melakukan penindasan terhadap kaum yang lemah yakni mustad’afin sudah melanggar hukum HAM (Hak Asasi Manusia). Bahwa manusia itu bebas untuk merdeka dari segala bentuk penindasan. Dan manusia yang melanggar HAM sama saja dengan orang yang diberi akal dan budhi tapi tidak dipergunakannya dengan baik.
Segala bentuk penindasan di negeri ini terjadi karena perebebutan kekuasaan demi mementingkan kebutuhan Pribadinya bukan kemaslahatan umat, ini merupakan bentuk ciri dari Kapitalisme. Dimana kapitalisme sudah mengakar dalam di pemerintahan maupun di masyarakatnya. Contohnya adalah kaum mustad’afin di kendeng, Rembang Jawa Tengah yang mengaspirasikan tentang penolakannya terhadap pembangunan Pabrik Semen di daerahnya. Namun, karena begitu kuatnya kapitalisme yang hanya mementingkan kepentingan Perusahaan Semennya saja, dan dari internal pemerintahan, yang mengizinkan untuk berdirinya pabrik semen. Akibatnya banyak warga yang rela tidak rela untuk mengizinkannya. Tetapi ada warga juga yang melakukan unjuk rasa.
Dari Contoh seperti itulah seharusnya PMII melakukan Advokasi terhadap kaum yang tertindas yakni masyarakat kendeng dan Pabrik Semen maupun Pemerintahan.
Sebelum melakukan Advokasi, kita harus tahu terlebih dahulu. Apakah advokasi itu? Dan seperti apa?. “Advokasi adalah aksi-aksi sosial, politik dan kultural yang dilakukan secara sistematis, terencana dan dilakukan secara kolektif, melibatkan berbagai startegi termasuk lobby, kampanyebangun koalisi, tekanan aksi massa serta penelitian yang ditujukan untuk mengubah kebijakan dalam rangka melindungi hak-hak rakyat dan menghindari bencana buatan manusia.”
Setelah mengetahui arti dari Advokasi, maka akan muncul pertanyaan, Mengapa kader PMII harus pandai (bisa) beradvokasi?. Agar bisa melakukan Advokasi tersebut, maka dibentuklah pelatihan Advokasi didalam internal PMII. Yang gunanya pelatihan Advokasi tersebut adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas dan karakter kader PMII, memahami realitas yang berkembang dan kondisi rakyat, yang selanjutnya kader PMII harus mampu bergerak dan berjuang bersama rakyat.
Adapun tentang menyorot gerakan Advokasi terhadap kaum mustad’afin bagi PMII adalah suatu keharusan, karena tujuan dari terbentuknya PMII itu sendiri untuk menolong kaum yang lemah (tertindas), dan PMII sendiri seahrusnya mengkritisi pemerintahan atau siapa saja yang menindas masyarakat. Disinilah peran penting bagi mahasiswa (kader PMII).
Advokasi terhadap kaum yang tertindas, sangat diperlukan karena sebagaimana tujuan dari Organisasi PMII ini, yakni “...dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”, dimana untuk mewujudkan cita-cita tersebut bangsa Indonesia harus bebas dari ketimpangan sosial, yakni terbebas dari yang namanya penindasan serta kekerasan. Maka karena itulah PMII sebagai generasi muda yang beramar ma’ruf dan bernahyi munkar, berupaya untuk melindungi hak – hak rakyat serta menumpas segala bentuk keburukan.
Jika kita berbicara advokasi maka saat ini pilihannya macam-macam bukan hanya face to face (bertatap muka) dengan pemerintah. Tetapi kita juga perlu bermitra dengan pemerintah untuk membawa pembangunan Bangsa ke arah yang lebih baik serta mengedepankan kaum mustad’afin. Nah, tentunya kita juga membutuhkan orang yang duduk dilingkungan birokrasi baik eksekutif maupun legislatif bukan hanya dari kalangan civil society organizations semata.
Selain itu saya pernah membaca salah satu Visi Misi PMII dari Mataram adalah Mengawal dan Memperbaiki konstitusi Negara agar lebih arif dan bernuansa Aswaja (Ahli Sunnah wal jamaa’ah) dan membela kaum Mustad’afin. Dan seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh kader – kader PMII, yakni membela kaum yang lemah dan tertindas.
Dan dari contoh PMII Mataram yang sudah jarang melakukan advokasi terhadap masyarakat, dan sudah jarang intens mengkawal kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat. Dan apa yang dirasakan oleh kader PMII di Mataram, saya rasakan juga di Kuningan. Dimana semangat untuk melakukan Advokasi sudah mulai luntur.
Agar generasi muda (Mahasiswa) peka terhadap penderitaan kaum mustad’afin, maka diperlukanlah pelatihan dan sekolah Advokasi.  Karena pelajar ini (Mahasiswa) adalah solusi jembatan kaum mustad’afin. Yang akhirnya advokasi ini dapat melahirkan lulusan yang sanggup menjembatani kaum mustad’afin sebagaimana yang dituliskan dalam Qur’an Surat An-Nisaa:9.
“Mahasiswa hari ini harus bisa menjadi jembatan bagi kaum yang tertindas (mustad’afin) serta bisa membenarkan sistem yang menyebabkan penindasan (Istid’af) tersebut, serta tidak lupa sekaligus menyadarkan penindasan tersebut (mustad’afin)”


Contoh Gerak Advokasi

Contoh Gerak Advokasi terhadap Kaum Mustad’afin yang saya pernah lakukan bersama sahabat-sahabat PMII yang lain, yaitu tentang Advokasi terhadap permasalahan Banjir di Cibingbin. Dimana Banjir tersebut menyebabkan penderitaan bagi Masyarakat yang dilalui oleh suangai yang dibanjiri tersebut, dan masyarakat hanya mengatakan bahwa banjir tersebut karena memang faktor alam. Dari kejadian ini, kita harus mengetahui Sebab dan Musabab dari Banjir tersebut. Dan tidak seenaknya saja pemerintahan daerah mengatakan bahwa untuk menangani banjir tersebut maka diperlukanlah pendalaman sungai (pengerukan sungai).
 Tapi menurut kader PMII, bahwa bencana banjir tersebut harus kita ketahui dulu dari hulu ke hilir sungai, dimana dengan menggunakan teknik Advokasi inilah kader PMII melakukan pengambilan data. Dan sumber datanya dari masyarakat korban banjir tersebut, serta pemerintahan dan pihak perhutani (Lembaga yang mengelola hutan). Dimana setelah ditinjau kelokasi penyebab banjir yang terutama adalah karena di hulu sungai tidak ada pohon sebagai penyerap air. Inilah yang menyebabakan banjir di cibingbin, dimana selain curah hujan yang besar. Adapun pernyataan warga, bahwa ketika banjir tersebut, melihat kayu gelondongan yang terbawa oleh air. Dan jelaslah penyebabnya itu.
Akhirnya PMII Kuningan mengadakan musyawarah  guna membahas permasalahan banjir tersebut, dimana tidak hanya normalisasi sungai saja, tapi harus dilakukan perbaikan hutan dihulu sampai ke hilir.

Dan masih banyak lagi, permasalahan yang musti kita bantu sebagai kader PMII.

No comments:

Post a Comment